Wednesday, December 21, 2011

Pergeseran Baju Perkawinan Minangkabau

Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan adalah peristiwa penting dalam siklus kehidupan. Perkawinan merupakan salah satu masa peralihan dimana seseorang akan melepaskan dirinya dari lingkungan kelompok keluarganya, mulai membentuk kelompok kecil miliknya sendiri.
Dalam prosesi perkawinan yang biasa disebut baralek, ada beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan). Dalam acara yang sakral ini, ada tata krama dan upacara adat dan ketentuan agama Islam yang harus dipenuhi seperti tata krama jopuik manjopuik, pinang meminang, batuka tando, akad nikah, baralek gadang, jalang manjalang dan sebagainya. Selain itu, juga terdapat tradisi dalam ketentuan baju perkawinan, desain pelaminan, dan masih banyak hal lagi.
Akan tetapi pada zaman sekarang ini, telah terjadi berbagai pergeseran dalam adat perkawinan minangkabau karena penyesuaian dengan nilai baru yang berlaku. Salah satunya seperti dalam hal baju perkawinan, baik untuk mempelai wanita ataupun mempelai pria. Terdapat banyak pembaharuan pada baju pengantin. Bentuk umumnya tidak dimodifikasi secara total, tetapi hanya dibuat lebih praktis dalam pemakainnya yang dilakukan dengan memperbaiki pola baju secara umum. Dahulu baju kurung dibuat longggar karena dikenakan dengan cara memasukkan baju melalui kepala, dan kini ritsleting membuat baju lebih mudah dikenakan, sehingga baju tidak harus terlalu longgar. Hal ini terjadi karena adanya kecendrungan para pengantin ingin tampil dengan ideal artistik "kecantikan” menurut jaman dan ukuran masa kini.
Kemudian juga hiasan kepala para pada pengantin wanita atau suntiang, banyak dimodifikasi karena penggunannya yang merepotkan dan menyakitkan. Dahulu suntiang berupa tusukan tunggal, kini dibuat seperti bando yang diikatkan di kepala, tusukan tunggal hanya berupa tambahan untuk menyesuaikan dengan bentuk muka pengantin.
Pada busana pria juga ada penyesuaian bentuk pada celana, yang kini dibuat lebih panjang, sampai mata kaki, karena para pengantin masa kini tak menyukai celana selutut. Hiasan  pada busana pria dan wanita yang ditemui sekarang terbuat dari sulam kerawang dengan aplikasi renda dan taburan manik serta payet. Sangat jarang dipergunakan taburan dari bahan kuningan saat ini  karena sudah mulai jarang dijual orang.
Busana pengantin terus mengalami perkembangan dan mencari bentuknya sendiri sesuai dengan jaman, situasi dan kondisi yang berlaku. Pekerjaan tangan yang manual menyita terlalu banyak waktu dalam membuat baju, dapat mempertinggi biaya produksi, akan berpengaruh pada harga sewa. Saat ini, tersedia beragam ornament yang siap pakai dengan penampilan mirip dengan hasil kerja tangan dan harga yang terjangkau di pasaran. Hiasan siap pakai amat memudahkan pekerjaan menghias baju dan mesin jahit mempercepat penyulaman. Hal ini membuat praktis dari segi teknik dan ekonomi.
Hal lain yang juga terganti adalah warna baju, dahulu lazimnya digunakan baju warna merah atau hijau, tapi kini semua warna dapat saja dipergunakan untuk baju pengantin, termasuk warna hitam.
Selain dalam masalah baju, tempat berlangsungnya acara perkawinan juga mengalami pergeseran. Awalnya dilakukan di rumah keluarga mempelai wanita (rumah gadang), sebagai pihak yang berpesta. Namun saat ini, ukuran rumah tinggal menjadi lebih kecil sehingga terdapat kecendrungan hubungan kekelurgaan yang tidak terlalu erat lagi di zaman sekarang. Sedangkan hubungan sosialnya meluas sampai ke relasi kerja menyebabkan jumlah tamu undangan bertambah. Kecendrungan ini terutama terjadi di kota besar, sehingga kemudian muncul gagasan untuk melaksanakan pesta perkawinan di gedung pertemuan. Gagasan ini cepat sekali berkembang sebab cara ini lebih sederhana (praktis) dan dapat memenuhi banyak keinginan dan kebutuhan. Bagi keluarga yang mampu secara ekonomi, hal ini sangat cocok, sebab mereka tidak ingin terlampau repot dalam mengurus keperluan ini tetapi ingin tetap melaksanakan sesuai adat istiadatnya. Acara bisa dilakukan di gedung pertemuan atau hotel maupun rumah makan yang menyediakan sarana ini. Tentu sarana juga berkembang sejalan dengan kebutuhan dan jaman, sehingga lahir penawaran untuk memenuhi keinginan pemakai, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
   Unsur dan keadaan sekitar tempat tinggal, membawa pengaruh pada perangkat pernikahan Minangkabau. Baik disadari maupun yang terjadi tanpa disengaja, tak dapat dihindari, nilai dan budaya lokal tampak berpengaruh pada tata upacara adat minangkabau, sebagai unsur tambahan. Kebiasaan atau budaya lokal secara langsung bercampur dengan luwesnya. Kehidupan kota dengan gaya hidup turut pula membentuk budaya Minangkabau peratauan. Penyesuaian terhadap nilai baru yang berlaku dan nilai adat yang dianut menjadikan pembauran. (Welly Riza Mukti / 0810862028)

No comments:

Post a Comment